Rabu, 11 Juni 2008

Tanah Ulayat

Pentingkah Tanah Ulayat Diatur dengan Perda ?
Oleh : Jomi Suhendri. S (Direktur Qbar)

TANAH Ulayat adalah aset di Sumatera Barat yang tidak ternilai harganya, dan kewajiban semua orang untuk menjaga dan memeliharanya agar tidak hilang digilas oleh perkembangan zaman. Ada ungkapan dalam adat Minangkabau yang pesannya menyampaikan kepada para generasi, bahwa semua orang berkewajiban untuk menjaga dan mempertahankan tanah ulayat agar tidak habis. Bunyi pepatah tersebut adalah “Nan ketek dipagadang ,Nan hanyut dipintasi ,Nan hilang dicari ,Nan patah ditimpa ,Nan sumbiang dititik ,Nan buruak dipaelok “. Dalam pepatah ini terkandung makna yang sangat mendalam, betapa berharganya tanah ulyat bagi kehidupan masyarakat hukum adapt di Sumatera Barat. Tanah ulayat merupakan pengikat bagi masyarakat adat di Sumatera Barat agar hubungan antara sesama suku tetap terjaga dengan utuh.
Pada tahun 2001, Pemerintahan Daerah (pemda) Propinsi Sumatera Barat membuat Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pemanfaatan Tanah Ulayat yang mengatur tentang pengelolaan tanah ulayat di Sumatera Barat. Dalam Ranperda ini salah satu pasalnya mengatur tentang pemanfaatan dan penggunaan tanah ulayat di Sumatera Barat. Seberapa pentingkah tanah ulayat diatur dengan perda, dan apakah satu-satunya cara untuk pengaturan dan pengelolaan tanah ulayat di Sumatera Barat diatur dengan perda, dan seberapa besarkah bentuk pengakuan terhadap hak-hak masyarakay hukum adat terakomodir dalam perda tersebut, ini perlu dijadikan bahan diskusi bersama agar kelestarian tanah ulayat di Sumatera Barat ini terjaga dengan baik. Sudah banyak para kalangan yang menulis dan membahas tentang tanah ulayat serta permasalahan-permasalahannya, dan hampir semua orang sependapat bahwa tanah ulayat di Sumatera Barat ini perlu untuk dijaga .
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurnia Warman dan Rahmadi (tahun 2003) tentang “Hak Ulayat Nagari Atas Tanah di Sumatera Barat”, menegaskan bahwa produk hukum/kebijakan yang berkaitan dengan bidang pertanahan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah di Sumatera Barat belum mencerminkan semangat reformasi agraria sebagaimana telah dirumuskan dalam UUPA. Kebijakan dan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah (pemda) justru beriorientasi kepada pemasukan ke kas derah, sehingga banyak diantara paraturan/kebijakan yang dikeluarkanhanya mengatur tentang retribusi pemakaian tanah yamg justru semakin menambah beban bagi rakyat.
Pada tingkatan pemda, kebijakan yang diambil tampaknya masih lebih beriorientasi kepada kepentingan pemerintah dan investor, sedangkan pada tingkat nagari sudah terlihat kecendrungan atau adanya upaya untuk melindungi hak-hak komunitas atas tanah. Dari hasil penelitian ini terlihat jelas bahwa peran pemerintah daerah (pemda) cukup besar dalam mengatur dan mengelola tanah ulayat seharusnya pemerintah daerah dapat memberikan ruang bagi masyarakat hukum adat untuk bisa mengatur dan mengelola tanah ulayatnya sendiri. Dan sudah saatnya peraturan/kebijakan yang dibuat untuk dapat memikirkan kepentingan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya. Di Sumatera Barat masyarakat hukum adatnya sudah mempunyai sistem dan mekanisme tersendiri dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah ulayat. Paling tidak pengelolaan dan pemanfaatan tanah ulayat ini telah perna diterapkan di Nagari Sungai Kamuyang Kabupaten Limapuluh Kota.
Pengaturan tanah ulyat diatur dalam peraturan Nagari No. 1 Tahun 2003. tentang Pemanfaatan Tanah Ulayat. Dalam peraturan nagari ini mengatur tentang pemanfaatan tanah ulayat nagari dan luas yang dapat diberikan, hak dan kewajiban sipemanfaat tanah ulayat nagari dan ketentuan sanksi yang diberikan bila sipemanfaat yang menyalahgunakan pemanfaatan tanah ulayat ini. Di Nagari Simarasok juga diatur, melalui pernak No. 1 Tahun 2002 tentang Teritorial dan Ulayat Nagari Simarasok, dalam peraturan nagari ini mengatur tentang pengelolaan terhadap hak ulayat nagari termasuk tanah ulayat. Dan banyak lagi nagari-nagari di Sumatera Barat yang sudah mempunyai aturan tersendiri dalam mengelola dan memanfaatkan tanah ulayat memurut ketentuan hukum adat. Jadi tidak perlu lagi pemanfaatan dan pengelolaan tanah ulayat diaturdengan perda, karena dalam ketentuan hukum adat di Minangkabau sudah ada system dan mekanisme tersendiri dalam pengaturan dan pengelolaan tanah ulayat di Sumatera Barat.
Bagaimanakah peran pemerintah daerah dalam hal ini. Seharusnya pemerintah daerah (pemda) sudah saatnya memikirkan sebuah peraturan/kebijakan yang dapat melindungi hak-hak dan kepentingan masyarakat hukum adat di Sumatera Barat. Bisa saja peraturan yang harus dibuat oleh pemerintah Daerah (pemda) adalah bentuk pengakuan secara tegas terhadap hak-hak ulayat masyarakat hukum adat di Sumatera Barat, agar kepastian hukum dari kepemilikan hak ulayat oleh masyarakat hukum adat terjaga dan terlindungi. Sementara untuk bentuk pengelolaan dan pemanfaatannya serahkan saja kepada masyarakatnya, karena mereka sudah punya aturan tersendiri dalam mengelola tanah ulayat. Dan kepada DPRD Sumbar yang ingin melanjutkan agar Ranperda Pemanfaatan Tanah Ulayat ini dibahas lagi untuk dapat memikirkan secara matang sebelum Ranperda ini disahkan menjadi perda, dan jangan sampai kehadiran ranperda ini akan menimbulkan konflik dalam masyarakat hukum adat di Sumatera Barat.
Tulisan ini pernah diterbitkan di Harian Padang Ekspres tanggal 18 Oktober 2005

Tidak ada komentar: